•ResolusiCitra
Menentukan seberapa dekat citra tersebut dengan asal (kontinu). Dikenal: resolusi spasial dan resolusi kecemerlangan, berpengaruh pada besarnya informasi citra yang hilang.
–Resolusi spasial: halus/ kasarnya pembagian kisi-kisi baris dan kolom. Transformasi citra continue ke citra digital disebut digitisasi (sampling). Hasil digitisasi dengan jumlah baris 256 dan jumlah kolom 256 – resolusi spasial 256 x 256.
–Resolusi kecemerlangan (intensitas/brightness): halus/ kasarnya pembagian tingkat kecemerlangan. Transformasi data analog yang bersifat continue ke daerah intensitas diskrit disebut kwantisasi. Bila intensitas piksel berkisarantara0 dan255 -resolusikecemerlangancitraadalah256.
ResolusiCitraResolusiCitra
•Sampling Uniform danNon-uniform
–Sampling Uniformmempunyaispasi(interval) barisdankolomyang sama padaseluruharea sebuahcitra. Prosessampling melaluicelahygberukuransama.
–Sampling Non-uniformbersifatadaptiftergantungkarakteristikcitradanbertujuanuntukmenghindariadanyainformasiyang hilang. Daerahcitrayang mengandungdetilyang tinggidi-sampling secaralebihhalus, sedangkandaerahyang homogendapatdi-sampling lebihkasar. Kerugiansistemsampling Non-uniform adalahdiperlukannyadata ukuranspasiatautandabatasakhirsuatuspasi.
•KuantisasiUniform, Non-uniform, danTapered
–KuantisasiUniformmempunyaiinterval pengelompokantingkatkeabuanyang sama (misal: intensitas1 s/d 10 diberinilai1, intensitas11 s/d 20 diberinilai2, dstnya).
–KuantisasiNon-uniform: Kuantisasiyang lebihhalusdiperlukanterutamapadabagiancitrayang menggambarkandetilatauteksturataubatassuatuwilayahobyek, dankuantisasiyang lebihkasardiberlakukanpadawilayahyang sama padabagianobyek.
–KuantisasiTapered: bilaadadaerahtingkatkeabuanyang seringmunculsebaiknyadi-kuantisasisecaralebihhalusdandiluarbatasdaerahtersebutdapat slebihkasar(local stretching).di-kuantisasi ecara
ResolusiKecemerlangan-KuantisasiResolusiKecemerlangan-Kuantisasi
WarnaCitraWarnaCitra
•Warnapadacitradiperlukankarena:-utkanalisiscitrasecaraotomatis, krnwarnadptmenyerderhanakanprosesidentifikasidanekstraksibendadarisuatucitra-matamanusiadptmembedakanribuanperubahanwarnadg berbagaiintensitas, sedangcitraygmonokromatihanyadptmembedakan2 lusin10 100 120 100 100120 100 1010 140 255 140 140255 100 1010 255 140 255 140 255 120 1010 140 140255 140 255 120 1010 120 255 140 140255 100 1010 255 140 140 120 255 100 1010 255 255255120 255 100 1010 100 120 100 100120 100 10Gambarinimerupakancitramonokromatik8 bits dg ukuran[8 x 8] dg skalakeabuan[0, 255]. Berarticitratsbadalahangka21 dg latarbelakanggelap.
•Citra biner(binary image) adalahcitraygsetiappikselnyahanyamemiliki2 kemungkinanderajatkeabuanyakni0 dan1.
•Prosespembinerandilakukandg membulatkankeatasataukebawahuntuksetiapnilaikeabuandaripikselygberadadiatasataubawahhargaambang. Metodeuntukmenentukanbesarnyahargaambangdisebutthresholding.
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 1 0 0
0 1 1 1 0 1 0 0
0 0 0 1 0 1 0 0
0 0 1 0 0 1 0 0
0 1 0 0 0 1 0 0
0 1 1 1 0 1 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 Citra BinerCitra Biner.
Pada Bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian operasi titik dan macam-macam operasi titik seperti fungsi transformasi skala keabuan, modifikasi kecemerlangan, modifikasi kontras, negasi dan lain-lain. .
Pengertian Operasi titik
Operasi titik adalah operasi terhadap citra dimana setiap titik diolah secara tidak gayut(tergantung) dengan titik-titik yang lain.
Tiap titik memiliki 2 buah karakteristik, yaitu :
o Koordinat, yang menunjukkkan lokasi dari titik tersebut didalam citra
o Nilai dari titik itu sendiri (tingkat keabuan atau warna)
Operasi titik tidak gayut terhadap koordinat titik itu sendiri maupun titik-titik yang lain. Hanya nilai dari titik itu sendiri yang dimodifikasi. Sehingga, pada titik yang memiliki nilai keabuan atau warna yang sama akan diubah menjadi keabuan atau warna yang sama pula.
Beberapa operasi pengolahan citra yang termasuk dalam kelompok operasi titik adalah, operasi modifikasi kecemerlangan(Brigtness modification), peningkatan kontras (contrast enhacement), negasi (negation), dan operasi pengambangan (tresholding).
Histogram
Sebelum mengkaji lebih jauh macam-macam operasi titik yang disebut sebelumnya terlebih dulu akan dibahas mengenai Histogram yang merupakan sebuah fungsi yang menjelaskan berapa kali sebuah nilai keabuan muncul dalam sebuah gambar. Histogram ini digunakan Untuk menyatakan distribusi data dari nilai derajat keabuan.
Maka Histogramnya adalah : X = 10 3 3 2 4 3
Artinya angka 0 muncul 10 kali, angka 1 muncul 3 kali, angka 2 muncul 3 kali, angka 3 muncul 2 kali, angka 4 muncul 4 kali dan angka 5 muncul 2 kali, total kemunculan adalah 25 kali atau sebanyak jumlah pixel.
Pembuatan Histogram
Langkah untuk menentukan Histogram skala keabuan:
o Pertama siapkan variabel vektor untuk menyimpan cacah piksel untuk masing-masing keabuan.
o Untuk semua piksel dalam citra, periksa nilai piksel tersebutdan naikkan 1 nilai variabel yang menyimpan cacah piksel dengan nilai keabuan tersebut.
Algoritma untuk menghitung histogram warna dilakukan dengan cara yang sama terhadap masin-masing elemen warna (merah(R), hijau (G) dan Biru(B)). Histogram hanya dihitung bila sudah ada citra yang diambil dari sebuah file, karena itu periksa apakah telah ada citra atau belum
Histogram Tingkat Keabuan
Merupakan suatu fungsi yang menunjukkan jumlah titik yang ada dalam suatu citra untuk tingkat keabuan. Histogram Tingkat keabuan ini merupakan alat bantu yang paling sederhana dan sangat berguna dalam pengolahan citra digital.
Absis (x) nya adalah tingkat keabuan, dan ordinat (y) adalah frekuensi kemunculan atau banyaknya titik dengan nilai keabuan tertentu.
Kegunaan Histogram pada pengolahan citra
kegunaan histogram dalam pengolahan citra antara lain :
1. Penentuan parameter digitisasi
Digunakan sebagai indikasi visual untuk menentukan apakah suatu citra telah berada dalam area yang tepat pada skala keabuan.
2. Pemilihan batas ambang
Digunakan untuk menonjolkan citra suatu obyek dari latar belakangnya.
Banyak sekali proses pengolahan citra yang melibatkan distribusi data, seperti pada contoh konversi biner, image enhancement (perbaikan citra), distribusi dari nilai derajat keabuan pada citra menjadi suatu acuan dasar. Untuk menyatakan distribusi data dari nilai derajat keabuan ini dapat digunakan nilai histogram.
Fungsi transformasi skala keabuan
Operasi titik dilakukan dengan memodifikasi nilai skala keabuan dari titik yang ditinjau tersebut berdasarkan fungsi tertentu, yang disebut sebagai fungsi transformasi skala keabuan (gray-scale transformation). Fungsi ini memetakan tingkat keabuan input (Ki) ke citra keabuan output(K0).
Secara Umum fungsi tersebut dapat dirumuskan sebagai :
K0 = f(K)
Bentuk fungsi Gray-Scale Transformation (f), bisa berupa fungsi linier atau non linier tergantung aplikasi pengolahan citra yang kita gunakan. Pada umumnya bentuk fungsi Gray-Scale Transformation (GST), bersifat monotonically increasing, dimana dengan bertambahnya nilai keabuan masukan (input), keabuan keluaran (output)nya tidak pernah menurun.
Dalam citra True Color, Fungsi GST(f) diterapkan pada ketiga elemen warna yang ada (merah,hijau dan biru). Ketiga fungsi GST bisa memiliki bentuk sama atau berbeda. Artinya perlakuan pada ketiga elemen warna tersebut tidak harus sama .
Secara umum, Operasi titik pada citra warna dapat dirumuskan sebagai :
R0 = fR(Ri)
G0 = fG(Gi)
B0 = fB(Bi)
Dimana,
Ri, Gi, Bi, merupakan komponen warna citra input untuk elemen merah, hijau dan biru.
R0, G0, B0, merupakan komponen warna citra output, dan
fR, fG, fB, merupakan fungsi GST untuk elemen merah, hijau dan biru.
3.4. Modifikasi kecemerlangan citra
Dalam pengolahan citra penambahan nilai warna putih dilakukan dengan cara meningkatkan skala keabuan dari seluruh bagian (setiap titik) dalam citra , untuk meningkatkan kecemerlangannya (Brightness). Sebaliknya jika citra terlalu cemerlang atau tampak pucat, maka tingkat keabuan dari setiap titik dalam citra itu perlu diturunkan.
Proses memetakan skala keabuan dapat dirumuskan dalam fungsi linier berikut ;
K0 = Ki + C
Dimana,
C merupakan konstanta yang bernilai positif bila hendak meningkatkan kecemerlangan citra , dan sebaliknya bernilai negatif bila hendak menurunkan kecemerlangan citra. Pada operasi ini Terjadi pergeseran histogram kearah kanan pada operasi peningkatan kecemerlangan dan kekiri pada operasi peredupan (penurunan kecemerlangan).
Pada citra true color, modifikasi kecemerlangan diterapkan pada setiap elemen warna yang masing-masing nilainya berbeda dengan lainnya. Contohnya, jika warna citra akan dibuat lebih hijau, maka nilai hijau pada setiap titik ditambah dengan nilai tertentu, sebaliknya jika warna merah pada citra dikurangi, maka elemen merah setiap titik dikurangi.
Secara umum formula tersebut dapat dinyatakan dengan:
R0 = Ri + CR
G0 = Gi + CG
B0 = Bi + CB
Dimana,
o CR, CG dan CB, merupakan komponen warna citra input untuk elemen merah, hijau dan biru.
o R0, G0, B0, merupakan komponen warna citra output, dan
o fR, fG, fB, merupakan fungsi GST untuk elemen merah, hijau dan biru.
Hasil dari proses brightness dengan nilai penambah negatif dengan menggeser scroll ke kiri adalah sebagai berikut:
3.5. Peningkatan kontras
Sebuah citra akan kelihatan kurang kontras bila dengan kurva histogram citra tersebut memiliki nilai keabuan yang tidak terlalu berbeda untuk semua titik. Ini dikarenakan kurva tersebut mempunyai kurva histogram yang sempit, dengan tepi kiri dan kanan yang berdekatan, sehingga titik tergelap dalam citra tersebut tidak mencapai hitam pekat dan titik paling terang dalam citra tersebut tidak berwarna putih cemerlang. Ada berbagai formula peningkatan kontras yang dapat digunakan, diantara fungsi GST yang bisa digunakan adalah :
K0 = G(Ki – P) + P
Dimana,
G merupakan koefisien penguatan kontras, dan
P merupakan nilai skala keabuan yang dipakai sebagai pusat pengontrasan
Pada peningkatan kontras dasarnya adalah membuat titik yang cenderung gelap menjadi lebih gelap dan yang cenderung terang menjadi lebih cemerlang. Efek dari peningkatan kontras terhadap histogram mengakibatkan terjadinya pelebaran histogram dengan pusat di P kearah kanan dan kiri. Apabila koefisien penguatan kontras G kurang dari 1, maka pada gambar akan terjadi pengurangan kontras.
3.6. Negasi atau Inversi Citra
Negasi citra adalah proses negatif pada photo, dimana setiap nilai citra dibalik dengan acuan threshold yang diberikan. Proses ini banyak digunakan pada citra-citra medis seperti USG dan X-Ray. Untuk citra dengan derajat keabuan 256, proses Negasi citra didefinisikan dengan:
xn = 255 - x
Perhatikan histogram dari kedua gambar. Histogram Negasi adalah kebalikan secara horisontal (horisontal flip) dari histogram dari citra. Proses Negasi ini merupakan salah satu proses dasar dalam image enhancement dengan menggunakan histogram.
Jika kita bandingkan foto hasil cetakan dengan hasil negatifnya, maka titik yang berwarna putih pada citra mempunyai warna hitam pada film negatifnya, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian operasi negasi dilakukan dengan mengubah nilai keabuan titik dalam citra dengan nilai ”negatif”nya.
Sehingga Fungsi GST yang bisa diformulasikan adalah :
K0 =K max – Ki
Dimana,
K max, merupakan nilai skala keabuan yang tertinggi
Untuk skala keabuan 8 bit, maka Kmax = 255.
Pengaruh operasi negasi terhadap histogram dapat dilihat pada gambar dibawah ini, dimana histogram citra asli dicerminkan kearah horisontal.
3.7. Operasi citra True Color Ke Keabuan
Citra True Color bisa dikonversi menjadi citra keabuan dengan operasi titik Secara sederhana, intensitas dapat didefinisikan sebagai nilai rerata dari ketiga nilai elemen warna.
Untuk menyederhanakan model citra langkah awal yang sering dilakukan dalam image processing adalah mengubah citra berwarna menjadi citra gray-scale. Seperti diketahui citra berwarna terdiri dari 3 layer matrik yaitu R-layer, G-layer dan B-layer. Sehingga untuk melakukan proses-proses selanjutnya tetap diperhatikan tiga layer di atas.
Bila setiap proses perhitungan dilakukan menggunakan tiga layer, berarti dilakukan tiga perhitungan yang sama. Sehingga konsep itu diubah dengan mengubah 3 layer di atas menjadi 1 layer matrik gray-scale dan hasilnya adalah citra gray-scale. Dalam citra ini tidak ada lagi warna, yang ada adalah derajat keabuan.
Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-masing r, g dan b menjadi citra gray scale dengan nilai s, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai r, g dan b sehingga dapat dituliskan menjadi:
Pada penjelasan di atas pengubahan citra berwarna menjadi citra gray-scale dilakukan dengan menggunakan rata-rata nilai gray-scale dari setiap layer R,G dan B. Hal ini bukanlah suatu keharusan. Meskipun hasilnya sudah cukup bagus, pemakaian nilai rata-rata masih belum optimal untuk menunjukkan citra gray-scale sehingga terkadang harus dilakukan pengubahan komposisi, misalkan dengan:
s = 0.42 r + 0.32 g + 0.28 b
Jika rumus tersebut diCoba saat dilihat sepintas mungkin hasilnya tidak berbeda dengan penggunaan nilai rata-rata, tetapi bila dicermati akan tampak perbedaan sesungguhnya.
Contoh hasil pemakaian nilai rata-rata dimana s=(r+g+b)/3 dan pemakaian nilai gray scale optimal s = 0.42r + 0.32g + 0.28b adalah sebagai berikut:
3.8. Pengambangan (thresholding)
Thresholding digunakan untuk mengatur jumlah derajat keabuan yang ada pada citra. Dengan menggunakan thresholding maka derajat keabuan bisa diubah sesuai keinginan, misalkan diinginkan menggunakan derajat keabuan 16, maka tinggal membagi nilai derajat keabuan dengan 16. Proses thresholding ini pada dasarnya adalah proses pengubahan kuantisasi pada citra, sehingga untuk melakukan thresholding dengan derajat keabuan a dapat digunakan rumus:
Untuk gambar berwarna terlebih dahulu diubah menjadi gray-scale dengan menggunakan cara rata-rata x=(r+g+b)/3 baru kemudian dithreshold. Hanya proses RGBtoGray tidak ditampilkan.
Pada threshold yang tinggi, hampir tidak tampak perbedaan karena keterbatasan mata, tetapi pada nilai threshold yang kecil seperti 2, 4, 8 dan 16 tampak sekali perbedaannya. Untuk threshold 2, ini sama artinya dengan mengubah citra menjadi citra biner.
3.9. Konversi Ke Citra Biner
Citra biner (hitam-putih) merupakan citra yang banyak dimanfaatkan untuk keperluan pattern recognition yang sederhana seperti pengenalan angka atau pengenalan huruf. Untuk mengubah suatu citra gray scale menjadi citra biner, sebetulnya prosesnya sama dengan threshold yaitu mengubah kuantisasi citra. Untuk citra dengan derajat keabuan 256, maka nilai tengahnya adalah 128 sehingga untuk mengubah menjadi citra biner dapat dituliskan:
Jika x<128 maka x=0, jika tidak maka x=255
Gambar 3.9. Hasil program citra biner
Hasil biner di atas tampak kurang sempurna, hal ini disebabkan distribusi nilai derajat keabuan tidak simetri antara yang dibawah 128 dan yang di atas 128. Untuk itu diperlukan jaminan simetri untuk mendapatkan hasil nilai biner yang baik. Sebelumnya dihitung dulu nilai rata-rata derajat keabuan dan kemudian ditentukan thresholdingnya.
Terlihat hasilnya lebih banyak obyek yang dihasilkan, hal ini disebabakan distribusinya dibuat simetri dengan pemakaian rata-rata. Pada gambar 3.6. ini jumlah titik hitam dan jumlah titik putih relatif sama
4.1. Pengertian Operasi Global
Pada operasi global, proses yang dilakukan bergantung pada karakteristik global dari citra yang hendak dimodifikasi. Karakteristik global tersebut biasanya berupa sifat statistik dari citra itu sendiri, yang direpresentasikan dengan histogram tingkat keabuan.
Sebagian pakar mengelompokkan operasi pengambangan (thresholding) sebagai operasi global, karena pemilihan batas ambang dilakukan dengan menginspeksi histogram tingkat keabuan yang diturunkan secara global (mempertimbangkan keseluruhan titik pada citra tersebut). Namun operasi yang sebenarnya dilakukan adalah secara titik per titik. Sebaliknya, ada yang memasukkan operasi global ini kedalam kelompok operasi titk, karena penerapannya juga dilakukan secara lokal atau titik per titik.
Dalam buku ini, definisi operasi global adalah operasi yang tak bisa tidak, atau harus, bergantung pada sifat global citra. Salah satu operasi global adalah ekualisasi histogram.
4.2. Ekualisasi Histogram
Pada bab sebelumnya, citra yang kurang kontras ditandai dengan sempitnya daerah yang dipakai oleh kurva histogram tingkat keabuan. Dengan operasi peningkatan kontras yang optimal, kurva histogram akan memiliki rentang yang maksimum, dari batas kiri ke batas kanan histogram. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kontras yang optimal adalah dengan mendistribusikan kembali nilai-nilai skala keabuan citra untuk memperoleh kurva histogram yang datar atau seragam.
Untuk citra skala keabuan k bit yang berukuran tinggi h dan lebar w, maka jumlah titk untuk setiap tingkat keabuan adalah seragam sebesar (w.h/2). Untuk memperoleh hasil seperti itu, distribusi titk dalam citra asli harus disebarkan secara lebih merata ke seluruh nilai keabuan.
5.1. Pengertian Operasi Berbasis Bingkai
Operasi berbasis bingkai (frame) adalah operasi yang melibatkan 2 buah citra atau lebih dan menghasilkan sebuah citra keluaran yang merupakan hasil operasi metematis. Operasi ini dilakukan titk per titik dengan lokasi yang bersesuaian pada citra-citra masukan tersebut. Untuk operasi berbasis bingkai antara 2 buah citra, misalnya antara citra A dan citra B yang menghasilkan citra C, secara umum dapat dituliskan sebagai :
C(x,y) = A(x,y) op B(x,y)
dimana op adalah operator yang akan diterapkan terhadap kedua citra tersebut. Untuk operasi yang melibatkan N buah citra A1 sampai dengan AN, maka rumus diatas menjadi :
C(x,y) = A1(x,y) op A2(x,y) op A3(x,y) ... op AN(x,y)
Berdasarkan operator yang dipakai, operasi berbasis bingkai meliputi operasi aritmatik dan operasi logika.
5.2. Operasi Aritmatik
Operasi aritmatik biasanya diterapkan terhadap citra keabuan dan warna. Berdasarkan operator aritmatik yang umum digunakan, terdapat 4 operasi aritmatik yang dapat dirumuskan sebagai berikut (untuk 2 citra)
C(x,y) = A(x,y) + B(x,y)
C(x,y) = A(x,y) - B(x,y)
C(x,y) = A(x,y) * B(x,y)
C(x,y) = A(x,y) / B(x,y)
Operasi yang banyak digunakan pada berbagai aplikasi ádalah penjumlahan dan pengurangan, sedangkan operasi perkalian dan pembagian hanya digunakan untuk kasus-kasus tertentu.
Contoh aplikasi operasi aritmatik ádalah untuk pengurangan derau (noise), penggabungan citra (image blending), perbaikan ketidak linieran pencahayaan, deteksi gerakan, pembuatan citra diferensi untuk deteksi tepi, serta digital angiography. Operasi pembagian menghasilkan citra rasio yang berguna pada analisis citra warna/multispektral. Operasi perkalian dengan sebuah citra mask menghilangkan bagian tertentu dari citra dan menampakkan hanya obyek yang diinginkan.
5.3. Penggabungan citra (Image blending)
Penggabungan citra dilakukan dengan cara menimpakan (superimpose) sebuah citra pada citra yang lain. Operasi yang sesunguhnya adalah dengan melakukan operasi penjumlahan terhadap citra yang ada dengan bobot masing-masing. Rumus untuk penggabungan 2 buah citra adalah
C(x,y) = wA*A(x,y) + wB*B(x,y)
dengan wA dan wB adalah bobot untuk citra A dan B. Biasanya nilai total dari bobot untuk sebuah lokasi píxel adalah 1 sehingga
wB = 1 - wA
5.4. Deteksi gerakan
Deteksi gerakan (motion detection) secara sederhana dapat dilakukan dengan mencari beda antara 2 buah citra yang berurutan pada hasil pencitraan menggunakan kamera video digital, Operator yang digunakan adalah pengurangan. Operasi pengurangan pada bagian yang tidak bergerak dalam citra akan menghasilkan nilai nol, sedangkan bagian yang bergerak akan memberikan nilai yang tidak nol. Dengan mengevaluasi nilai selisih tersebut, dapat diketahui apakah pada citra terdapat obyek yang bergerak
6.1. Pengertian Operasi Geometri
Seperti telah diketahui bahwa karakteristik yang dimiliki oleh setiap píxel dalam statu cerita adalah koordinat dan nilai (keabuan atau warna) dari píxel tersebut. Pada bab-bab sebelumnya, operasi yang dilakukan (operasi titik, global, dan berbasis bingkai) dilakukan terhadap nilai keabuan atau warna piksel yang ada di dalam citra. Secara umum, operasi geometrik dilakukan terutama dengan memodifikasi koordinat piksel dalam statu citra dengan kemungkinan mengubah nilai skala keabuan dari titik tersebut dengan pendekatan tertentu.
Operasi geometrik berhubungan dengan perubahan bentuk geometri citra, yaitu baik ukuran ataupun orientasinya. Operasi geometri di antaranya meliputi pencerminan (flipping), rotasi/pemutaran (rotating), penskalaan (scaling/zooming), dan pembengkokan (warping).
6.2. Transformasi Spasial
Operasi geometrik dilakukan dengan cara memetakan koordinat titik-titik citra asal ke koordinat titik-titik di citra hasil. Pemetaan dilakukan dengan menerapkan fungís transformasi spasial. Secara umum operasi geometrik dapat dirumuskan dengan :
x = fx(x,y)
y = fy(x,y)
Ko(x,y) = Ki(x,y)
di mana :
Ki(x,y) adalah keabuan píxel pada koordinat asal dan Ko(x’,y’) adalah keabuan hasil pada koordinat tujuan.
6.3. Transformasi maju
Citra hasil diperoleh dengan cara menghitung koordinat titik hasil berdasarkan koordinat titik asal menggunakan ketiga persamaan tadi. Metode ini disebut transformasi maju (forward transformation).Perlu diingat bahwa koordinat titik pada citra harus berupa bilangan bulat. Pada waktu dilakukan pemetaan dengan transformasi maju, koordinat titik asal (x,y) yang merupakan bilangan bulat tidak selalu menghasilkan koordinat titik hasil (x’,y’) yang berupa bilangan bulat pula.
Seringkali diperoleh koordinat hasil berupa bilangan pecahan, yaitu bila koordinat hasil pemetaan tersebut jatuh diantara 4 buah titk hasil. Apabila hal itu terjadi, maka nilai keabuan titik asal didistribusikan ke keempat titik pada citra hasil. Pendistribusian nilai keabuan tadi dilakukan dengan aturan interpolasi tertentu. Cara ini sering disebut píxel carry-over. Kelebihan dari metode ini adalah biasanya fungís transformasi yang digunakan untuk suatu operasi geometrik sudah diketahui, jadi penyelesaiannya menjadi lebih mudah.
6.4. Transformasi balik
Pada transformasi ini tiap koordinat titik hasil dipetakan balik untuk mencari titik asalnya. Selanjutnya keabuan titik hasil diisi berdasarkan keabuan titik asalnya. Jika hasil pemetaan balik jatuh diantara 4 titik (nilai x dan y hasil transformasi balik tidak bulat), maka keabuan titik hasil dihitung berdasarkan nilai keabuan keempat titik tadi berdasarkan aturan interpoladi tertentu. Cara ini sering disebut pxel filling. Kelebihan transformasi mundur adalah nilai keabuan titik hasil dapat ditentukan hanya dengan melibatkan sedikit titik asal, sehingga nilainya dapat dihitung tanpa harus memetakan semua titik asal. Sayangnya, fungsi invers diatas pada kasus tertentu tidak mudah untuk diperoleh atau ditentukan dari fungsi transformasi maju yang sudah diketahui.
6.5. Interpolasi nilai keabuan
Pada kedua transformasi diatas seringkali terjadi situasi dimana dari penerapan transformasi spasial diperoleh koordinat titik hasil (pada transformasi maju) maupun titik asal (pada transformasi balik), yang bernilai tidak bulat, padahal koordinat titik harus selalu bernilai bulat Jika demikian maka diperlukan interpolasi untuk menentukan nilai keabuan pada koordinat titik asal. Interpolasi yang sering digunakan adalah intrpolasi tetengga terdekat, bilinier, dn interpolasi dengan orde lebih tinggi.
6.6. Interpolasi tetangga terdekat
Pada interpolasi tetanggga terdekat, nilai keabuan titik hasil diambil dari nilai keabuan pada titik asal yang paling dekat dengan koordinat hasil perhitungan dari transformasi spasial. Untuk citra 2 dimensi, tetangga terdekat dipilih antara 4 titik asal yang saling berbatasan satu sama lain.
Kelebihan dari interpolasi tetangga terdekat adalah kemudahan dan kecepatan eksekusinya. Namun pada banyak kasus, penggunaan interpolasi tetangga terdekat menghasilkan citra yang kurang memuaskan karena timbulnya aliasing pada bagian tepi obyek.
6.7. Interpolasi bilinier
Pada interpolasi bilinier, nilai keabuan dari keempat titik yang bertetangga tadi menberi sumbangan terhadap nilai keabuan hasil, dengan bobot masing-masing yang linier dengan jaraknya terhadap koordinat yang dimaksud. Makin dekat titik tetangga tersebut, makin besar bobotnya, dan sebaliknya makin jauh akan makin kecil bobotnya.
6.8. Perubahan Ukuran Citra
Pada operasi geometri, akibat transformasi spasial yang dilakukan, ukuran citra sangat mungkin berubah. Oleh karena itu ukuran citra harus ditentukan sebelum perhitungan keabuan output dilakukan. Apabila ukuran tidk berubah, maka ada kemungkinan sebagian titik asal dipetakan keluar dari batas citra sehingga tidak nampak pada citra hasil.
6.9. Aplikasi Operasi Geometri
6.9.1. Operasi pencerminan
Operasi Pencerminan merupakan salah satu operasi geometri yang paling sederhana , karena tidak terjadi perubahan ukuran citra dan hasil pemetaan selalu menghasilkan koordinat titik berupa bilangan bulat, sehingga tidak memerlukan interpolasi nilai keabuan.
Efek operasi pencerminan adalah berubahnya orientasi citra baik secara horisontal, vertikal, maupun gabungan keduanya. Pada pencerminan secara horisontal, koordinat y tetap, sedangkan koordinat x dicerminkan. Rumus yang digunakan untuk mencerminkan koordinat x terhadap sumbu y adalah :
x’ = -x
Karena koordinat hasil (x’) bernilai nol atau positif, maka koordinat asal (x) yang diperoleh dari rumus tersebut akan bernilai negatif. Oleh karena itu rumus tersebut dimodifikasi agar x selalu positif. Hal ini dilakukan dengan melakukan pencerminan terhadap garis vertikal di tengah citra (pada koordinat xc)
6.9.2. Operasi cropping
Cropping adalah memotong satu bagian dari citra sehinggga diperoleh citra yang berukuran lebih kecil. Operasi ini pada dasarnya adalah operasi translasi, yaitu menggeser koordinat titik citra. Rumus yang digunakan untuk operasi ini adalah :
x’ = x – xL untuk x = xL sampai xR
y’ = y – yL untuk y = xT sampai xB
(xL,yT) dan (xR,yB), masing-masing adalah koordinat titik pojok kiri atas dan pojok kanan bawah bagian citra yang hendak di-crop.
Ukuran citra berubah menjadi
h’ = yB - yT
dan transformasi baliknya adalah ;
x = x’ + xL untuk x’ = 0 sampai w’-1
y = y’ + xT untuk y = 0 sampai h’-1
6.9.3. Operasi penskalaan (scaling)
Operasi penskalaan (scaling) dimaksudkan untuk memperbesar atau memperkecil citra. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintroduksi parameter skala, baik kearah horisontal (Sh) maupun vertikal (Sv). Skala yang bernilai lebih dari 1 akan memperkecil citra. Apabila aspect ratio (perbandingan antara tinggi dan lebar citra) hendak dipertahankan, maka dipilih Sh = Sv. Transformasi spasial yang dipakai adalah
x’ = Shx
y’ = Svy
6.9.4. Operasi rotasi bebas
Operasi rotasi dengan sudut putar tidak tepat pada kelipatan 90o tidak sama dengan operasi ¼ dan ½ putaran yang sudah dibahas pada sub bab sebelumnya. Jika pada operasi rotasi sebelumnya, titik asal yang diperoleh dari transformasi balik selalu berupa bilangan bulat, pada operasi dengan sudut bebas, kemungkinan besar titik asal tidak bulat. Oleh karena itu perlu dilakukan interpolasi. Pada dasarnya, operasi ini sama dengan operasi penskalaan. Perbedaannya adalah pada pesamaan transformasi spasial yang digunakan. Transformasi maju yang digunakan untuk operasi rotasi adalah :
7.1. Penghalusan Citra
Dapat dilakukan dengan memberi nilai yang sama pada semua bobot mask yang digunakan. Operasi ini dapat pula digunakan untuk menghilangkan derau yang timbul saat proses pencitraan
7.2. Pendeteksian Tepi
Digunakan untuk menentukan lokasi titik-titk yang merupakan tepi obyek. Dimana tepi obyek dinyatakan sebagai titik yang nilai keabuannya berbeda cukup besar dengan titik yang ada disebelahnya. Bentuk mask yang bisa digunakan dalam operasi ini antara lain :
Operator Robert, Prewitt, Sobel, Canny, Laplacian, dan Laplacian of Gaussian. Konvolusi dengan mask tersebut dipakai untuk menghitung nilai keabuan atau warna hasil.
7.2.1. Pendeteksian tepi menggunakan operator gradien
Pendeteksian tepi dapat dilakukan dengan menghitung selisih atau diferensi antara 2 buah titik yang bertetangga sehingga diperoleh nilai gradien (turunan pertama) citra.
Diferensi diambil secara diagonal untuk mendapatkan mask yang berbentuk bujur sangkar, dan diperoleh 2 mask mengakomodasi kedua arah diagonal. Hasil konvolasi citra asal dengan kedua mask tersebut kemudian digabungkan dengan cara tertentu sehingga menghasilkan nilai yang dapat digunakan untuk menentukan apakah sebuah titik merupakan tepi obyek dalam citra atau bukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar